Selamat datang di blog Fauzul Azhim! Blog ini sedang dalam perkembangan. Mohon kritikan dan saran. Terima kasih!

Kamis, 03 November 2011

Menghindari Fitnah Pacaran


"Tidaklah aku tinggalkan fitnah yang lebih besar yang dihadapi kaum lelaki kecuali fitnah para wanita." (HR. Bukhari dan Muslim)

Pacaran, sebagaimana yang kita ketahui, adalah berhubungan dengan wanita yang mau dinikahi, dengan berbicara saling mengatakan cinta dan senang, bertatap muka, bepergian bersama, bersentuhan badan, atau berhubungan dengan HP, surat-menyurat, dan yang lainnya, maka hukumnya haram. Dalil keharamannya sangat banyak. Di antaranya, silakan baca surat An-Nur ayat 30-31 dan juga firman-Nya:

” Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi.” (QS. Al-An’am[6]: 151)

Maksud yang tampak dalam ayat tersebut misalnya berjabat tangan dengan wanita yang akan dinikahi, bercanda, dan berjalan bersamanya; sedangkan yang tersembunyi misalnya dengan mengirimkan SMS atau surat dan semisalnya.
”Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’[17]: 32)

Syaikh Abdur-Rahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata, “Larangan mendekati zina lebih ditekankan dan lebih keras daripada jatuh kepada perbuatan zina, karena larangan ini mencakup semua pemulanya dan penyebabnya. Seperti halnya orang yang memelihara ternak dekat pekarangan orang, maka dikhawatirkan hewan itu masuk ke dalamnya, apalagi manusia punya syahwat yang cukup berbahaya.” (Tafsir al-Kariimur Rahman 1/457)
Wahai saudaraku yang punya pacar, tinggalkanlah pacarmu karena Allah subhanahu wata’ala! Atau nikahilah dia jika memang benar mencintainya! Jika tidak, berpuasalah!
Baca selengkapnya==> Menghindari Fitnah Pacaran

Kaya Tanpa Kerja

Kaya Tanpa Kerja
Oleh: Maykada Harjono (Pengamat Isu TI Publik)



Bekerja dan menghasilkan uang adalah biasa. Internet membuka banyak peluang baru. Bagaimana bila tanpa bekerja uang mengalir sendiri?

Artikel di blog saya tentang multilevel marketing mengundang komentar. Pendapat pro dan kontra datang silih berganti. Tampaknya usaha mencari uang di jagad Internet menarik perhatian banyak orang. Hal yang wajar bila disertai etika berbisnis yang baik. Namun, menjadi problematika bila yang timbul adalah kemalasan bahkan penipuan oleh masing-masing pihak, entah itu menipu diri sendiri maupun orang lain.
Dalam bisnis apapun, kejujuran dan azas manfaat menjadi pondasi utama. Membeli e-book seharga Rp180.000 dan berusaha mendapatkan keuntungan milyaran rupiah tentu sangat tidak wajar. Ada hal yang ditutup-tutupi di sini. Manfaat pun sangat dipertanyakan, apalagi bila potensial menimbulkan kerugian bagi pihak lain.
Akhir 2008 lalu, di tengah runtuhnya pasar modal dunia, Bernard Madoff ditangkap pihak wewenang di AS. Ia didakwa melakukan ”Ponzi scheme” melalui bisnis investasi palsu, menyebabkan investor rugi hingga US$65 milyar (Rp665 trilyun). Pengawas Sekuritas AS mengutip pengakuan Madoff, ”Semuanya hanya sebuah kebohongan besar.” Juni 2009, pengadilan menjatuhkan hukuman 150 tahun penjara untuk Madoff.

MLM hanya menguntungkan sebagian kecil di atas dan merugikan sebagian besar di bawah.

Sewaktu saya mencari di Google, ”ATM gratis tarik tunai”, muncul ratusan hasil yang berisi ”rahasia tarik tunai gratis”. Gratis di sini bukan hanya biaya tariknya, tapi saldo kita bahkan tidak berkurang. Tidak percaya? Bacalah testimonial sejumlah orang di situ. Untuk memperoleh rahasia ”tarik tunai gratis” ini pembeli dipungut sejumlah biaya. Memang sulit dicerna akal sehat, tapi itulah adanya.
Lihat pula usaha tipu-tipu melalui Search Engine Optimization. Di sini uang mengalir dari bayaran iklan, seperti Google AdSense. Beriklan di situs web tidaklah salah, tetapi mengakali pengunjung agar datang dengan trik menjurus penipuan itu cara yang tidak benar. Seperti contoh di atas, niat awal mencari bank yang membebaskan tarik tunai di sembarang ATM tidak kesampaian. Google perlu berjuang lebih keras agar informasi sampah dan menyesatkan ini tidak mengalahan informasi yang sebenarnya dibutuhkan.
Selama ini masyarakat dihujani media dengan manfaat berinvestasi sejak dini. Misalnya, melalui deposito, reksadana, saham, pasar uang, dan sejenisnya. Efek baiknya, orientasi penggunaan uang berubah dari konsumtif menjadi produktif. Efek buruknya, masyarakat menjadi tamak dan menghalalkan segala cara. Cukup dengan ongkang-ongkang kaki dan duit akan datang sendiri.
Seperti kata peraih nobel Muhammad Yunus, ketamakan telah merusak sistem keuangan dunia. Kapitalisme menjadikan pasar finansial tak ubahnya kasino atau bandar judi. Pasar modal maupun komoditas menjadi ajang para spekulan mencari keuntungan sebesar-besarnya. Teknologi informasi membuat praktik-praktik spekulasi tidak mengenal batas. Keguncangan finansial akibat ulah spekulan di AS dengan cepat merambat ke seluruh penjuru dunia. Tak ketinggalan bursa saham Indonesia amblas lebih dari separuhnya.
Paradigma berpikir kita tentang bekerja dan uang tampaknya perlu diluruskan. Benar bahwa setiap orang berhak atas penghidupan yang layak, ini dijamin UUD. Namur, perlu disertai usaha yang cukup dan saling memberi manfaat. Bisnis yang baik tidak menggunakan prisnsip “zero sum game”, di mana keuntungan di satu pihak adalah kerugian di pihak lain. Skema piramida seperti di MLM hanya menguntungkan sebagian kecil di atas dan merugikan sebagian besar di bawah. Kita mungkin bukan korban secara langsung, tapi pasti mengakibatkan korban berikutnya.
Cara bersandar paling bijak adalah sesuai tuntunan agama. Menggunakan akal semata hasilnya sejauh yang kita tahu. Padahal kemampuan kita terbatas, efek di balik suatu perbuatan tidak kita pahami sepenuhnya. Bila agama melarang spekulasi dan perjudian, itu bukan sekadar persoalan untung-rugi. Mari kita ingat selalu pesan Nabi (shollallohu ‘alaihi wa sallam), ”Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk manusia lain.” Bekerjalah sebaik-baiknya, memberi manfaat sebesar-besarnya. Bila tidak kaya di dunia, mudah-mudahan nanti di akhirat.

Sumber: Majalah PC Media edisi 09/2009 halaman 25
Baca selengkapnya==> Kaya Tanpa Kerja