Selamat datang di blog Fauzul Azhim! Blog ini sedang dalam perkembangan. Mohon kritikan dan saran. Terima kasih!

Kamis, 27 Oktober 2011

No charge online ads site. Over 200,000 indexed items with high quality pictures

Free vashikaran specialist baba 91-8290639460 

buy and sell > other love vashikaran specialist in india aghori baba ji.. 91-8290639460 Love Problems | Vashikaran | Black Magic | Guaranteed Solutions aghori baba ji is great known of Astrology, Palmistry, Vashikaran and Black Magic etc, baba Ji Provides Highly Effective Astrological Solutions for problems of one’s life like Love Life, Married Life, Business Problems, … TELL YOUR PROBLEMS IN DETAIL AND SOLVE YOUR ALL KIND OF PROBLEMS IN JUST 48 HOURS. AGHORI BABA JI- IS WORLD FAMOUS ASTROLOGER. ALL KINDS OF PROBLEMS LIKE A— lottery no,specialist HUSBAND WIFE PROBLEMS LOVE?MARRIAGE PROBLEMS VISA PROBLEMS BUSSINESS PROBLEMS FAMILY PROBLEMS LOVE PROBLEMS. ASTROLOGY IS NOT A BUSSINESS IT IS OUR POOJA & PRATHNA. SO CONTACT BABA JI AND SOLVE YOUR PROBLEMS. JUST CALL 91-8290639460 Contact No 8290639460

Baca selengkapnya==> No charge online ads site. Over 200,000 indexed items with high quality pictures

Rabu, 19 Oktober 2011

Menggerakkan Telunjuk Saat Tasyahud

Pertanyaan:
Melihat dalam praktek sholat, ada sebagaian orang yang menggerak-gerakkan jari telunjuknya ketika tasyahud dan ada yang tidak menggerak-gerakkan. mana yang paling rojih (kuat) dalam masalah ini dengan uraian dengan dalilnya?.

Jawab:Permasalahan-permasalahan seperti ini, yang berkembang di tengah masyarakat merupakan salah satu permasalahan yang perlu dibahas secara ilmiah. Dalam kondisi mayoritas masyarakat yang jauh dari tuntunan agamanya, ketika mereka menyaksikan masalah-masalah sepertinya sering terjadi debat mulut dan mengolok-olok yang lainnya yang kadang berakhir dengan permusuhan atau perpecahan. Hal ini merupakan fenomena yang sangat menyedihkan tatkala akibat yang terjadi hanya disebabkan oleh perselisihan pendapat dalam masalah furu’, padahal kalau mereka memperhatikan karya-karya para ulama seperti kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab karya Imam An-Nawawy. Kitab Al-Mughny karya Imam Ibnu Qudamah, kitab Al-Ausath karya Ibnu Mundzir, Ikhtilaful Ulama karya Muhammad bin Nashr Al-Marwazy dan lain-lainnya, niscaya mereka akan menemukan para ulama telah berbeda pendapat dalam masalah ibadah, muamalah dan lain-lainnya, akan tetapi hal tersebut tidak menimbulkan perpecahan maupun permusuhan dikalangan para ulama. Maka kewajiban setiap muslim dan muslimah mengambil segala perkara dengan dalilnya. Wallahul Musta’an.


Adapun masalah menggerak-gerakkan jari telunjuk ketika tasyahud atau tidak mengerak-gerakkannya, rincian masalah ini sebagai berikut :

Hadits-hadits yang menjelaskan tentang keadaan jari telunjuk ketika tasyahud ada tiga jenis :
i.    Ada yang menjelaskan bahwa jari telunjuk tidak digerakkan sama sekali.
ii.    Ada yang menjelaskan bahwa jari telunjuk digerak-gerakkan
iii.    Ada yang menjelaskan bahwa jari telunjuk hanya sekedar diisyaratkan (menelunjuk) dan tidak dijelaskan apakah digerak-gerakkan atau tidak.

Perlu diketahui bahwa hadits-hadits yang menjelaskan tentang keadaan jari telunjuk kebanyakan menjelaskan jenis yang ketiga dan tidak ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama dan tidak diragukan lagi akan shohihnya hadits-hadits yang menjelaskan jenis yang ketiga. Karena hadits-hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary, Imam Muslim dan lain-lainnya, dari beberapa orang sahabat seperti ‘Abdullah bin Zubair, ‘Abdullah bin ‘Umar, Abu Muhamsmad As-Sa’idy, Wail Bin Hujur, Sa’ad bin Abi Waqqash dan lain-lainnya.
Maka yang perlu dibahas disini hanyalah derajat hadits-hadits jenis pertama (tidak digerak-gerakkan) dan derajat hadits yang kedua (digerak-gerakkan).

Hadits-Hadits Yang Menyatakan Jari Telunjuk Tidak Digerakkan Sama Sekali
Sepanjang pemeriksaan kami ada dua hadits yang menjelaskan hal tersebut.

HADITS PERTAMA

أن النبي صلى الله عليه وآله وسلم  كان يشير بأصبعه إذا دعا ولا يحركها
 beliau berisyarat dengan telunjuknya bila beliau berdoa dan beliau tidak menggerak-gerakkannya”.
r“Sesungguhnya Nabi

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunan-nya no.989, An-Nasai dalam Al-Mujtaba 3/37 no.127, Ath-Thobarany dalam kitab Ad-Du’a no.638, Al-Baghawy dalam Syarh As-Sunnah 3/177-178 no.676. Semua meriwayatkan dari jalan Hajjaj bin Muhammad dari Ibnu Juraij dari Muhammad bin ‘Ajlan dari ‘Amir bin ‘Abdillah bin Zubair dari ayahnya ‘Abdullah bin Zubair… kemudian beliau menyebut hadits di atas.

Derajat Rawi-Rawi Hadits Ini Sebagai Berikut :
    Hajjaj bin Muhammad. Beliau rawi tsiqoh
¤ (terpercaya) yang tsabt (kuat) akan tetapi mukhtalit (bercampur) hafalannya diakhir umurnya, akan tetapi hal tersebut tidak membahayakan riwayatnya karena tidak ada yang mengambil hadits dari beliau setelah hafalan beliau bercampur. Baca : Al-Kawakib An-Nayyirot, Tarikh Baghdad dan lain-lainnya.
    Ibnu Juraij. Nama beliau ‘Abdul Malik bin ‘Abdul
¤ ‘Aziz bin Juraij Al-Makky seorang rawi tsiqoh tapi mudallis akan tetapi riwayatnya disini tidak berbahaya karena beliau sudah memakai kata  أخبرني  (memberitakan kepadaku).
    Muhammad bin ‘Ajlan. Seorang rawi shoduq (jujur).
¤
    ‘Amir bin ‘Abdillah bin Zubair. Kata Al-Hafidz
¤ dalam Taqrib beliau adalah tsiqoh ‘abid (terpercaya, ahli ibadah).
    ‘Abdullah bin Zubair. Sahabat.
¤

Derajat Hadits:

Rawi-rawi hadits ini adalah rawi yang dapat dipakai berhujjah akan tetapi hal tersebut belumlah cukup menyatakan bahwa hadits ini adalah hadits yang shohih atau hasan sebelum dipastikan bahwa hadits ini bebas dari ‘Illat (cacat) dan tidak syadz. Dan setelah pemeriksaan ternyata lafadz laa yuharrikuha (tidak digerak-gerakkan) ini adalah lafadz yang syadz.

Sebelum kami jelaskan dari mana sisi syadznya lafadz ini, mungkin perlu kami jelaskan apa makna syadz menurut istilah para Ahlul Hadits. Syadz menurut pendapat yang paling kuat dikalangan Ahli Hadits ada dua bentuk :
    Pertama : Syadz karena seorang rawi yang tidak mampu bersendirian dalam periwayatan.
¤
    Kedua   : Syadz karena menyelisihi.
¤

Dan yang kami maksudkan disini adalah yang kedua. Dan pengertian syadz dalam bentuk kedua adalah
رواية المقبول مخالفا لمن هو أولى منه
“Riwayat seorang maqbul (yang diterima haditsnya) menyelisihi rawi yang lebih utama darinya”.
Maksud “rawi maqbul” adalah rawi derajat shohih atau hasan. Dan maksud “rawi yang lebih utama” adalah utama dari sisi kekuatan hafalan, riwayat atau dari sisi jumlah. Dan perlu diketahui bahwa syadz merupakan salah satu jenis hadits dho’if (lemah) dikalangan para ulama Ahli Hadits.

Maka kami melihat bahwa lafadz ‘laa yuharrikuha’ (tidak digerak-gerakkan) adalah lafadz yang syadz tidak boleh diterima sebab ia merupakan kekeliruan dan kesalahan dari Muhammad bin ‘Ajlan dan kami menetapkan bahwa ini merupakan kesalahan dari Muhammad bin ‘Ajlan karena beberapa perkara :
1.     Muhammad bin ‘Ajlan walaupun ia seorang rawi hasanul hadits (hasan hadits) akan tetapi ia dikritik oleh para ulama dari sisi hafalannya.
2.     Riwayat Muhammad bin ‘Ajlan juga dikeluarkan oleh Imam Muslim dan dalam riwayat tersebut tidak ada penyebutan lafadz laa yuharrikuha (tidak digerak-gerakkan).
3.     Empat orang tsiqoh (terpercaya) meriwayatkan dari Muhammad bin ‘Ajlan dan mereka tidak menyebutkan lafadz laa yuharrikuha (tidak digerak-gerakkan). Empat rawi tsiqoh tersebut adalah :
a.    Al-Laits bin Sa’ad, riwayat dikeluarkan oleh Muslim no.133 dan Al-Baihaqy dalam Sunannya 2/131.
b.    Abu Khalid Al-Ahmar, riwayat dikeluarkan oleh Muslim no.133, Ibnu Abi Syaibah 2/485, Abu Ahmad Al-Hakim dalam Syi’ar Ashabul Hadits hal.62, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan 5/370 no.1943, Ibnu Abdil Bar dalam At-Tamhid 13/194, Ad-Daraquthny dalam Sunannya 1/349, dan Al-Baihaqy 2/131, ‘Abd bin Humaid no.99.
c.    Yahya bin Sa’id Al-Qoththon, riwayatnya dikeluarkan oleh Abu Daud no.990, An-Nasai 3/39 no.1275 dan Al-Kubro 1/377 no.1198, Ahmad 4/3, Ibnu Khuzaimah 1/350 no.718, Ibnu Hibban no.1935, Abu ‘Awanah 2/247 dan Al-Baihaqy 2/132.
d.    Sufyan bin ‘Uyainah, riwayatnya dikeluarkan oleh Ad-Darimy no.1338 dan Al-Humaidy dalam Musnadnya 2/386 no.879.

Demikianlah riwayat empat rawi tsiqoh tersebut menetapkan bahwa riwayat sebenarnya dari Muhammad bin ‘Ajlan tanpa penyebutan lafadz laa yuharrikuha (tidak digerak-gerakkan) akan tetapi Muhammad bin ‘Ajlan dalam riwayat Ziyad bin Sa’ad keliru lalu menyebutkan lafadz laa yuharrikuha (tidak digerak-gerakkan).

4.     Ada tiga orang rawi yang juga meriwayatkan dari ‘Amir bin ‘Abdullah bin Zubair sebagaimana Muhammad bin ‘Ajlan juga meriwayatkan dari ‘Amir ini akan tetapi tiga orang rawi tersebut tidak menyebutkan lafadz laa yuharrikuha (tidak digerak-gerakkan), maka ini menunjukkan bahwa Muhammad bin ‘Ajlan yang menyebutkan lafadz laa yuharrikuha (tidak digerak-gerakkan) telah menyelisihi tiga rawi tsiqoh tersebut, maka riwayat mereka yang didahulukan dan riwayat Muhammad bin ‘Ajlan dianggap syadz karena menyelisihi tiga orang tersebut. Tiga orang ini adalah :
a.    ‘Utsman bin Hakim, riwayatnya dikeluarkan oleh Muslim no.112, Abu Daud no.988, Ibnu Khuzaimah 1/245 no.696, Ibnu Abdil Bar dalam At-Tamhid 13/194-195 dan Abu ‘Awanah 2/241 dan 246.
b.    Ziyad bin Sa’ad, riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Humaidy 2/386 no.879.
c.    Makhromah bin Bukair, riwayatnya dikeluarkan oleh An-Nasai 2/237 no.1161 dan Al-Baihaqy 2/132.

Maka tersimpul dari sini bahwa penyebutan lafadz laa yuharrikuha (tidak digerak-gerakkan) dalam hadits ‘Abdullah bin Zubair adalah syadz dan yang menyebabkan syadznya adalah Muhammad bin ‘Ajlan. Walaupun sebenarnya kesalahan ini bisa berasal dari Ziyad bin Sa’ad atau Ibnu Juraij akan tetapi qorinah (indikasi) yang sangat kuat yang tersebut diatas menunjukkan bahwa kesalahan tersebut berasal dari Muhammad bin ‘Ajlan. Wallahu A’lam.

HADITS YANG KEDUA

عن بن عمر أنه كان يضع يده اليمنى على ركبته اليمنى ويده اليسرى على ركبته اليسرى ويشير بإصبعه ولا يحركها ويقول إنها مذبة الشيطان ويقول كان رسول الله  صلى الله عليه وسلم يفعله
“Dari Ibnu ‘Umar -radhiyallahu ‘anhu- adalah beliau meletakkan tangan kanannya di atas lutut kanannya dan (meletakkan) tangan kirinya diatas lutut kirinya dan beliau berisyarat dengan jarinya dan tidak menggerakkannya dan beliau berkata : “Sesungguhnya itu adalah penjaga
rdari Syaitan”. Dan beliau berkata : “adalah Rasulullah  mengerjakannya”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqot 7/448 dari jalan Katsir bin Zaid dari Muslim bin Abi Maryam dari Nafi’ dari Ibnu Hibban.

Derajat Hadits:

Seluruh rawi sanad Ibnu Hibban tsiqoh (terpercaya) kecuali Katsir bin Zaid. Para ulama ahli jarh dan ta’dil berbeda pendapat tentangnya. Dan kesimpulan yang disebutkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar sudah sangat tepat menjelaskan keadaannya. Ibnu Hajar berkata :  shoduq yukhtiu katsiran (jujur tapi sangat banyak bersalah), makna kalimat ini Katsir adalah dho’if tapi bisa dijadikan sebagai pendukung atau penguat. Ini ‘illat (cacat) yang pertama.

‘Illat yang kedua ternyata Katsir bin Zaid telah melakukan dua kesalahan dalam hadits ini.

Pertama : Dalam riwayatnya Katsir bin Zaid meriwayatkan dari Muslim bin Abi Maryam dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar. Dan ini merupakan kesalahan yang nyata, sebab tujuh rawi tsiqoh juga meriwayatkan dari Muslim bin Abi Maryam tapi bukan dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar, akan tetapi dari ‘Ali bin ‘Abdurrahman Al-Mu’awy dari Ibnu ‘Umar. Tujuh rawi tersebut adalah :
1.     Imam Malik, riwayat beliau dalam Al-Muwaththo’ 1/88, Shohih Muslim 1/408, Sunan Abi Daud no.987, Sunan An-Nasai 3/36 no.1287, Shohih Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no.193, Musnad Abu ‘Awanah 2/243, Sunan Al-Baihaqy 2/130 dan Syarh As-Sunnah Al-Baghawy 3/175-176 no.675.
2.     Isma’il bin Ja’far bin Abi Katsir, riwayatnya dikeluarkan oleh An-Nasai 2/236 no.1160, Ibnu Khuzaimah 1/359 no.719, Ibnu Hibban no.1938, Abu ‘Awanah 2/243 dan 246 dan Al-Baihaqy 2/132.
3.     Sufyan bin ‘Uyainah, riwayatnya dikeluarkan oleh Muslim 1/408, Ibnu Khuzaimah 1/352 no.712, Al-Humaidy 2/287 no. 648, Ibnu Abdil Bar 131/26.
4.     Yahya bin Sa’id Al-Anshory, riwayatnya dikeluarkan oleh Imam An-Nasai 3/36 no.1266 dan Al-Kubro 1/375 no.1189, Ibnu Khuzaimah 1/352 no.712.
5.     Wuhaib bin Khalid, riwayatnya dikeluarkan oleh Ahmad 273 dan Abu ‘Awanah 2/243.
6.     ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad Ad-Darawardy, riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Humaidy 2/287 no.648.
7.     Syu’bah bin Hajjaj, baca riwayatnya dalam ‘Ilal Ibnu Abi Hatim 1/108 no.292.

Kedua : Dalam riwayatnya Katsir bin Zaid menyebutkan lafadz laa yuharrikuha (tidak digerak-gerakkan) dan ini merupakan kesalahan karena dua sebab :
1.     Enam rawi yang tersebut di atas dalam riwayat mereka tidak menyebutkan lafadz laa yuharrikuha (tidak digerak-gerakkan).
2.     Dalam riwayat Ayyub As-Sikhtiany ‘Ubaidullah bin ‘Umar Al-‘Umary dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar juga tidak disebutkan lafadz laa yuharrikuha (tidak digerak-gerakkan). Baca riwayat mereka dalam Shohih Muslim no.580, At-Tirmidzy no.294, An-Nasai 3/37 no.1269, Ibnu Majah 1/295 no.913, Ibnu Khuzaimah 1/355 no.717, Abu ‘Awanah 2/245 no.245, Al-Baihaqy 2/130 dan Al-Baghawy dalam Syarh As-Sunnah 3/174-175 no.673-674 dan Ath-Thobarany dalam Ad-Du’a no.635.

Nampaklah dari penjelasan di atas bahwa hadits ini adalah hadits Mungkar. Wallahu A’lam.

Kesimpulan : 

Seluruh hadits yang menyatakan jari telunjuk tidak digerak-gerakkan adalah hadits yang lemah tidak bisa 
dipakai berhujjah.

Hadits-Hadits Yang Menyatakan Bahwa Jari Telunjuk Digerak-Gerakkan

ثم قبض بين أصابعه فحلق حلقة ثم رفع إصبعه فرأيته يحركها يدعو بها
“Kemudian beliau menggenggam dua jari dari jari-jari beliau dan membuat lingkaran, kemudian beliau mengangkat jarinya (telunjuk-pent), maka saya melihat beliau mengerak-gerakkannya berdoa dengannya”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad 4/318, Ad-Darimy 1/362 no.1357, An-Nasai 2/126 no.889 dan 3/37 no.1268 dan dalam Al-Kubro 1/310 no.963 dan 1/376 no.1191, Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa’ no.208, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan 5/170 no.1860 dan Al-Mawarid no.485, Ibnu Khuzaimah 1/354 no.714, Ath-Thobarany 22/35 no.82, Al-Baihaqy 2/131 dan Al-Khatib Al-Baghdady dalam Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/425-427. Semuanya meriwayatkan dari jalan Zaidah bin Qudamah dari ‘Ashim bin Kulaib bin Syihab dari ayahnya dari Wail bin Hujur.

Derajat Hadits:

Zhohir sanad hadits ini adalah hasan, tapi sebagaimana yang telah kami jelaskan bahwa sanad hadits yang 
hasan belum tentu selamat dari ‘illat (cacat) dan tidak syadz.

Berangkat dari sini perlu diketahui oleh pembaca bahwa hadits ini juga syadz dan penjelasan hal tersebut sebagai berikut : Zaidah bin Qudamah seorang rawi tsiqoh yang kuat hafalannya akan tetapi beliau telah menyelisihi dua puluh dua orang rawi yang mana kedua puluh dua orang rawi ini semua meriwayatkan dari ‘Ashim bin Kulaib bin Syihab dari ayahnya dari Wail bin Hujur. Dan dua puluh dua rawi tersebut tidak ada yang menyebutkan lafadz yuharrikuha (digerak-gerakkan).

Dua puluh dua rawi tersebut adalah :
1.     Bisyr bin Al-Mufadhdhal, riwayatnya dikeluarkan oleh Abu Daud 1/465 no.726 dan 1/578 no.957 dan An-Nasai 3/35 no.1265 dan dalam Al-Kubro 1/374 no.1188 dan Ath-Thobarany 22/37 no.86.
2.     Syu’bah bin Hajjaj, riwayatnya dikeluarkan oleh Ahmad 4/316 dan 319, Ibnu Khuzaimah dalam Shohihnya 1/345 no.697 dan 1/346 no.689, Ath-Thobarany 22/35 no.83 dan dalam Ad-Du’a n0.637 dan Al-Khatib dalam Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/430-431.
3.     Sufyan Ats-Tsaury, riwayatnya dikeluarkan oleh Ahmad 4/318, An-Nasai 3/35 no.1264 dan Al-Kubro 1/374 no.1187 dan Ath-Thobarany 22/23 no.78.
4.     Sufyan bin ‘Uyyainah, riwayatnya dikeluarkan oleh An-Nasai 2/236 no.1195 dan 3/34 no.1263 dan dalam Al-Kubro 1/374 no.1186, Al-Humaidy 2/392 no.885 dan Ad-Daraquthny 1/290, Ath-Thobarany 22/36 no.85 dan Al-Khatib dalam Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/427.
5.     ‘Abdullah bin Idris, riwayatnya dikeluarkan oleh Ibnu Majah 1/295 no.912, Ibnu Abi Syaibah 2/485, Ibnu Khuzaimah 1/353 dan Ibnu Hibban no.1936.
6.     ‘Abdul Wahid bin Ziyad, riwayatnya dikeluarkan oleh Ahmad 4/316, Al-Baihaqy dalam Sunannya 2/72 dan Al-Khatib dalam Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/434.
7.     Zuhair bin Mu’awiyah, riwayatnya dikeluarkan oleh Ahmad 4/318, Ath-Thobarany 22/26 no.84 dan dalam Ad-Du’a no.637 dan Al-Khatib dalam Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/437.
8.     Khalid bin ‘Abdillah Ath-Thahhan, riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thohawy dalam Syarah Ma’any Al-Atsar 1/259, Al-Baihaqy 2/131 dan Al-Khatib dalam Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/432-433.
9.     Muhammad bin Fudhail, riwayatnya dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah 1/353 no.713.
10.     Sallam bin Sulaim, riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thoyalisi dalam Musnadnya no.1020, Ath-Thohawy dalam Syarah Ma’any Al-Atsar 1/259, Ath-Thobarany 22/34 no.80 dan Al-Khatib dalam Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/431-432.
11.     Abu ‘Awanah, riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thobarany 22/38 no.90 dan Al-Khatib dalam Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/432.
12.     Ghailan bin Jami’, riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thobarany 22/37 no.88.
13.     Qois bin Rabi’, riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thobarany 22/33 no.79.
14.     Musa bin Abi Katsir, riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thobarany 22/37 no.89.
15.     ‘Ambasah bin Sa’id Al-Asady, riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thobarany 22/37 no.87.
16.     Musa bin Abi ‘Aisyah, riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thobarany dalam Ad-Du’a no.637.
17.     Khallad Ash-Shaffar, riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thobarany dalam Ad-Du’a no. 637.
18.     Jarir bin ‘Abdul Hamid, riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Khatib dalam Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/435.
19.     ‘Abidah bin Humaid, riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Khatib dalam Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/435-436.
20.     Sholeh bin ‘Umar, riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Khatib dalam Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/433.
21.     ‘Abdul ‘Aziz bin Muslim, riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Khatib dalam Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/436-437.
22.     Abu Badr Syuja’ bin Al-Walid, riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Khatib dalam Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/438-439.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa riwayat Zaidah bin Qudamah yang menyebutkan lafadz Yuharikuha (digerak-gerakkan) adalah syadz.

Kesimpulan : 

Penyebutan lafazh yaharrikuha  (jari telunjuk digerak-gerakkan) dalam hadits Wa’il bin Hujr adalah lemah tidak bisa dipakai berhujjah. Wallahu A’lam.

Pendapat Para Ulama Dalam Masalah Ini

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah posisi jari telunjuk : Apakah digerak-gerakkan atau tidak.

Ada tiga pendapat dikalangan para ulama dalam masalah ini :
Pertama : Tidak digerak-gerakkan. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah dan pendapat yang paling kuat dikalangan orang-orang Syafiiyyah dan Hambaliyah dan ini juga merupakan pendapat Ibnu Hazm.

Kedua : Digerak-gerakkan. Dan ini merupakan pendapat yang kuat dikalangan orang-orang Malikiyyah dan disebutkan oleh Al-Qodhi Abu Ya’la dari kalangan Hambaliyah dan pendapat sebagian orang-orang Hanafiyyah dan Syafiiyyah.

Ketiga : Ada yang mengkompromikan antara dua hadits di atas. Syaikh Ibnu Utsaimin -rahimahullahu ta’ala- dalam Syarah Zaad Al-Mustaqni’ mengatakan bahwa digerak-gerakkan apabila dalam keadaan berdoa, kalau tidak dalam keadaan berdoa tidak digerak-gerakkan. Dan Syaikh Al-Albany -rahimahullahu ta’ala- dalam Tamamul Minnah mengisyaratkan cara kompromi lain yaitu kadang digerakkan kadang tidak.

Sebab perbedaan pendapat ini adalah adanya dua hadits yang berbeda kandungan maknanya, ada yang menyebutkan bahwa jari telunjuk digerak-gerakkan dan ada yang menyebutkan jari tidak digerak-gerakkan.
Namun dari pembahasan di atas yang telah disimpulkan bahwa hadits yang menyebutkan jari digerak-gerakkan adalah hadits yang lemah dan demikian pula hadits yang menyebutkan jari tidak digerak-gerakkan adalah hadits yang lemah. Adapun cara kompromi yang disebutkan dalam pendapat yang ketiga itu bisa digunakan apabila dua hadits tersebut di atas shohih bisa dipakai berhujjah tapi karena dua hadits tersebut adalah hadits yang lemah maka kita tidak bisa memakai cara kompromi tersebut, apalagi hadits yang shohih yang telah tersebut di atas bahwa Nabi- hanya sekedar berisyarat dengan jari telunjuk beliau. Dan dari kata “berisyarat” itu dapat dipahami apakah jari telunjuk digerak-gerakkan atau tidak. Penjelasannya sebagai berikut.

Kata “berisyarat” itu mengandung dua kemungkinan :
Pertama : Dengan digerak-gerakkan. Seperti kalau saya memberikan isyarat kepada orang yang berdiri untuk duduk, maka tentunya isyarat itu akan disertai dengan gerakan tangan dari atas ke bawah.

Kedua : Dengan tidak digerak-gerakkan. Seperti kalau saya berada dalam maktabah (perpustakaan) kemudian ada yang bertanya kepada saya : “Dimana letak kitab Shohih Al-Bukhory?” Maka tentunya saya akan mengisyaratkan tangan saya kearah kitab Shohih Al-Bukhary yang berada diantara sekian banyak kitab dengan tidak menggerakkan tangan saya.

Walaupun kata “berisyarat” itu mengandung dua kemungkinan tapi disini bisa dipastikan bahwa berisyarat yang diinginkan dalam hadits tersebut adalah berisyarat dengan tidak digerak-gerakkan. Hal tersebut dipastikan karena dua perkara :
Pertama : Ada kaidah di kalangan para ulama yang mengatakan Ash Sholatu Tawqifiyah (sholat itu adalah tauqifiyah) maksudnya tata cara sholat itu dilaksanakan kalau ada dalil dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Maka hal ini menunjukkan bahwa asal dari sholat itu adalah tidak ada gerakan di dalamnya kecuali kalau ada tuntunan dalilnya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan demikian pula berisyarat dengan jari telunjuk, asalnya tidak digerakkan sampai ada dalil yang menyatakan bahwa jari telunjuk itu diisyaratkan dengan digerakkan dan telah disimpulkan bahwa berisyarat dengan menggerak-gerakkan jari telunjuk adalah hadits lemah. Maka yang wajib dalam berisyarat itu dengan tidak digerak-gerakkan.

Kedua : Dalam hadits ‘Abdullah bin Mas’ud yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary N0.   dan Imam Muslim No.538 :
إن في الصلاة شغلاًَ
“Sesungguhnya di dalam sholat adalah suatu kesibukan”
Maka ini menunjukkan bahwa seorang muslim apabila berada dalam sholat ia berada dalam suatu kesibukan yang tidak boleh ditambah dengan suatu pekerjaan yang tidak ada dalilnya dari Al-Qur’an atau hadits Rasulullah  yang shohih.
r

Kesimpulan:
Tersimpul dari pembahasan di atas bahwa pendapat yang rojih tentang masalah posisi jari telunjuk dalam tasyahud adalah tidak digerak-gerakkan. Wallahu A’lam.

Lihat pembahasan di atas dalam :
    Kitab Al-Bisyarah Fi Syudzudz Tahrik Al-Usbu’ Fi
$ Tasyahud Wa Tsubutil Isyarah, Al-Muhalla karya Ibnu Hazm 4/151, Subulus Salam 1/189, Nailul Authar, ‘Aunul Ma’bud 3/196, Tuhfah Al-Ahwadzy 2/160.
    Madzhab Hanafiyah lihat dalam : Kifayah Ath-Tholib 1/357.
$
    Madzhab Malikiyah : Ats-Tsamar Ad Dany 1/127, Hasyiah Al-Adawy 1/356, Al-Fawakih Ad-Dawany 1/192.
$
    Madzhab Syafiiyyah dalam : Hilyah Al-Ulama 2/105,
$ Raudhah Ath-Tholibin 1/262, Al-Majmu’ 3/416-417, Al-Iqna’ 1/145, Hasyiah Al-Bujairamy 1/218, Mughny Al-Muhtaj 1/173.
    Madzhab Hambaliyah lihat dalam :  Al-Mubdi’
$ 1/162, Al-Furu’ 1/386, Al-Inshaf 2/76, Kasyful Qona 1/356-357.
[Dikutip dari majalah An-Nasihah edisi 1 dengan sedikit perubahan]



January 12th 2009 by Abu Muawiah
Baca selengkapnya==> Menggerakkan Telunjuk Saat Tasyahud

Sabtu, 01 Oktober 2011

Web camera software identifies activity, sounds siren, captures snapshots, records video, and sends captured images by e-mail

I'm using camera application. I
can broadcast Online video to watch my apartment
from anyplace.


With my new webcamera application, I can run a streaming webcast
of my room viewable from the Internet. This opens up a league
of possibilities, the surface of which has not even been scratched in today's world. I can use
this webcast for surveillance purposes, allowing me to see what's going on in my room
at any time from a remote watching station.

As long as I have the camera
running and a remote computer with Internet access, I can view the apartment.
With the application and the camera, I can change the settings to capture picture,
identify motion (if I don't want to keep the camera running at all times),
or use a mixture of a online feed and recorded video to realize a protection
system that takes full benefit of new technology.

With a capture card,
I can simply transfer appropriate video and screenshots to use on
any computer.

With sensitive data on my computer
and expensive stuff in my apartment,
it only makes sense to have a protection setup that I can supervise whenever I feel that my privacy
is being compromised. If I owned a small company or lived with roommates, I couldn't imagine
living without it.

Modern professional security application works with
any webcam, IP cameras, and major capture cards.



Security application

has become so difficult that the regular
user who has been busy minding his office instead of pouring over electronics and online
technology articles can be easily overwhelmed when it comes time to install or update his surveillance system.


Luckily, there is modern professional surveillance software that simplifies much of the decision making.
You don't necessarily have to get rid of a working analog CCTV system in order to renew to a streaming
video that can be watched from any online connected pc or 3G phone. Video capture cards can digitally convert the
images for broadcast. Until yesterday, there had been no real attempts to regulate the new IP
cameras; every make and manufacturer functioned a little differently. And when you put webcams into the
mix, using one software to control them all was heavy.



Professional security software

is now accessible that will work for any web camera
or IP webcam and for most capture cards as well. You can monitor whatever your movement
detectors are picking up at your house or firm while you can be half a world away.
The application itself may not be simple, but it can get life simpler for you.

Broadcasting live video and sound from capture device
through web camera server application





Surveillance application

If you find yourself with a need to record security video with a web camera over an area,

web camera
server software

may be the right choice for you. Using this software, it is possible to set up a
camera to detect activity and begin recording when it does.

Depending on your needs, the sights and sounds that are picked up by the webcam may be stored on a hard drive, or if the captured video
needs to be available off-site, can be webcast using the server's streaming
feature to a web site.

Depending on the quality of the camera and the viewer's video card, the picture that is recorded may be as clear as a high-definition television signal.
Using a install like this, it is possible to provide a measure of security for an area when
the economics of the situation do not justify hiring a security business or setting up a professional monitoring system.

This

do-it-yourself approach

can save money while not compromising on security.
Baca selengkapnya==> Web camera software identifies activity, sounds siren, captures snapshots, records video, and sends captured images by e-mail